Kelinci,Gemini,ENTJ
Kholeris,Sanguinis
Jakarta,Indonesia
Buku,musik,film
Coklat,es krim,salad buah
Gone with the wind,
Topeng Kaca, Shogun, Taiko,
Chicken Soup For The Soul
Legenda Naga
BPA Free seller
Beberapa hari yang lalu saya kedatangan seorang pengemis di toko. Pengemis2 dan pengamen2 memang sudah menjadi pemandangan yang biasa buat saya, paling tidak dalam sehari saya harus menyiapkan uang kecil untuk sekitar 5 - 10 orang. Nah.. kebetulan pengemis yang ini sudah agak tua dan kakinya cacat, so.. waktu itu saya memberinya uang 500 rupiah (biasanya hanya sekitar 100 rupiah, karena kondisi mereka kebanyakan masih bisa bekerja *kecuali pengamen yang bersuara bagus dan sopan akan saya beri lebih*).
Saya sadar uang tersebut memang tidak ada nilainya dibandingkan dengan harga barang2 sekarang ini, tetapi yang membuat saya rada kaget adalah reaksi pengemis tersebut. Ketika saya meletakkan uang tersebut ke tangan dia, jawaban yang saya terima bukan ucapan terima kasih seperti yang biasa saya terima dari pengemis2 lain, tetapi :"TIDAK TERIMA UANG 500, PALING KECIL 1000!".(please jangan salah menduga, saya tidak pernah mengharapkan ucapan terima kasih tersebut, hanya saja saya merasa itulah jawaban rutin yang biasanya saya terima). Wow.... imagine that!
Seketika itu juga rasa simpati dan kasihan yang timbul ketika melihat dirinya pertama kali , langsung amblas ke titik terendah menjadi rasa antipati. Karena saya termasuk orang yang terus terang saja .... agak temperamental *sedang berusaha saya kurangin nih :(*, maka disodorin kalimat begitu saya langsung balas bertanya, "mau terima nggak? kalau nggak mau ya sudah.. minta di tempat lain saja!!". Terus terang saya merasa saya mungkin agak kasar pada pengemis tersebut, tetapi rasanya bagi beberapa orang reaksinya mungkin akan sama dengan saya. Ada perasaan bahwa saya diharuskan membayar upeti ke dia atau saya harus ikut bertanggungjawab atas kondisi dia tersebut. Ketika saya check cross dengan pegawai saya, rupanya kakek tersebut sudah terkenal di daerah sekitar sini dengan "tarif minta2nya". Jika ada yang memberi kurang, dia akan marah2 dan memaki2.
Melihat banyaknya jumlah pengemis di jakarta, saya rasa patut jadi renungan kita juga....
Bahwa masyarakat yang hidup di bawah rata2 jumlahnya juga meningkat walaupun belakangan ini pembangunan Mal dan pusat2 perbelanjaan sedang menjamur di jakarta *yang menandakan tingginya daya beli masyarakat*. Intinya, Pembangunan ekonomi kita tidak merata sehingga jurang sosial antara si kaya dan si miskin semakin tinggi.
Iming2 gampangnya mencari uang di kota besar seperti jakarta telah menjadi magnet tersendiri buat pendatang2 dari luar daerah untuk mengadu nasib di sini. Ketiadaan ketrampilan dan adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup membuat orang memilih untuk menjadi pengemis. Atau mungkin ini lebih karena sifat kurangnya harga diri dan malas sehingga banyak orang yang sebenarnya bisa bekerja, tetapi lebih memilh untuk menjadi pengemis?. Saya pernah "mewawancarai" seorang ibu2 pengemis yang masih sehat dan kuat bekerja, tetapi lebih memilih untuk menjadi pengemis. Sehari pendapatan mereka berkisar antara 30.000 - 50.000!! Pernah suatu hari dia bertanya kepada saya apakah ada orang yang mau bekerja sebagai pembantu karena setelah melahirkan nanti dia butuh orang untuk mengurus anak2 dan rumahnya *waktu bertanya dia sudah hamil tua*. Terkadang dalam kantong kresek yang dia bawa, ada beberapa keping vcd yang dia bawa pulang untuk ditonton setelah pulang mengemis. Mendengar cerita2 dia.. terkadang saya pikir profesi pengemis bisa lumayan menghasilkan juga :)))
Ketika saya travel ke beberapa kota di china tahun lalu, saya rasakan pembangunan yang begitu pesat di sana, tetapi tidak saya jumpai seorang pengemispun waktu itu. Saya tidak tahu apakah memang "profesi" tersebut dilarang di sana, atau memang saya saja yang waktu itu kebetulan tidak bertemu. Di hongkong dan singapore juga begitu ,tidak saya jumpai pengemis di sana. Mungkin memang ada, tetapi yang pasti jumlahnya tidak banyak (bandingkan dengan jakarta, yang di setiap perempatan lampu merah selalu ada).
Apa memang bangsa kita ini senangnya meminta2? dan bermental peminta?
Dari peminta2 "tanpa kerah", peminta kerah biru sampai peminta2 "kerah putih" , sepertinya memang sudah jadi budaya kita :(( *hehehe bikin istilah sendiri, karena kadang kesal juga sering dimintai uang siluman, apalagi menjelang lebaran dan akhir tahun seperti sekarang*