Photobucket
Wednesday, November 01, 2006,11:04:00 AM
Pengemis Bukan Si Kantong Tipis
Gue setuju banget niy ama judul artikel di bawah ini, soalnya gue punya pengalaman dengan beberapa pengemis yg suka minta2 di toko gue dulu. macam2 deh gayanya, ada yg bikin ilfeel ada yg suka sharing.. lucu2 deh. Ada seorang ibu2 yg cuman bermodal kerincingan dari tutup botol suka rutin dateng ke toko n gue selalu kasi siy walopun cuman sebangsa cepek ato nopek. Nah.. pernah tuh dia bawa kepingan vcd, trus gue tanya buat apa.. katanya buat dinonton di rumah. haiyaa canggih kan? trus waktu dia hamil, sempet tuh dia nanya gue... ada orang yg mau kerja nggak? buat bantuin dia ntar kalo dia lahiran :D. Orangnya emang polos... jadi cuek aja dia cerita2.. tanpa takut gue bakal nggak kasi dia duit lagi. Kadang2 gue kalo butuh uang receh gue tukar tuh ama dia, pernah gue tanya berapa penghasilan dia sehari.. katanya rata2 antara 60-70 rebu!! Tuh bayangin tuh... segitu penghasilannya.... :p

Kadang ketemu yg bikin ilfeel juga.. pernah tuh gue kasi duit cepek, ehh dilempar ama dia... karena gue kesel.. gue damprat aja tuh orang. abisnya udah syukur dikasi duit malah dilempar, padahal masih muda dan sehat.

Mungkin kita emang kudu nggak naruh belas kasihan 'kali yaa biar nggak makin banyak jumlahnya.... ?

Pengemis Bukan Si Kantong Tipis

Kemas Irawan Nurrachman dan Moehammad Samoedera Harapan - Tim Laporan Khusus
Jakarta.

Anggapan mengemis hanya dilakoni orang miskin bisa berubah bila bertemu kakek
yang satu ini. Penampilannya memang memelas, namanya saja orang sudah tua.
Umurnya 70 tahun tentu kulit sudah kerut merut. Sudah begitu bajunya
compang-camping pula.

Dan di siang yang terik itu, kakek itu menggelesot saja di depan teater Senen,
Jakarta Pusat. Setiap ada orang lewat, ia mengulurkan tangannya. Hati siapa yang
tidak iba. Kasihan orang sudah setua itu pasti sudah tidak bisa bekerja, mungkin
begitulah pikir orang yang mengangsurkan uang kepadanya.

Tapi jangan salah. Kakek tua itu adalah Cahyo. Ia berasal dari Madura, Jawa
Timur. Sudah menjadikan pengemis sebagai profesi utama sejak dua tahun lalu. Dan
pendapatannya dari pekerjaan tidak terhormat itu ternyata besar. Bahkan
mengalahkan pegawai kantoran.
"Dalam setengah hari saya bisa mendapatkan Rp120 ribu. Bahkan dalam sehari bisa
mencapai Rp200 ribu. Karena sekarang jarang ada orang memberikan Rp 200, minimal
biasanya Rp 500," cetus kakek ini.

Cahyo awalnya bekerja menjadi pemulung dan tinggal bersama anaknya di
Pademangan. Namun karena sudah tua, pria asal Madura itu tidak kuat lagi
melakoni kerja pemulung yang berat. Ia kemudian beralih profesi menjadi pengemis
di sekitar Senen. Kakek ini lalu mengontrak rumah petak di Kampung Gaplok,
Senen. Biaya sewanya Rp 150 ribu per bulan termasuk listrik. Di sini ia tinggal
bersama dua orang cucunya yang juga menjadi peminta-minta. "Iya mau bagaimana
lagi? Itung-itung ada pemasukan tambahan," kata Cahyo soal cucunya.

Cucu Cahyo biasanya mangkal di Perempatan ITC Cempaka Putih. Mereka dibawa orang
yang lebih dewasa sehingga penghasilan pun dibagi dua. Dalam sehari rata-rata
cucu Cahyo membawa pulang Rp 70-90 ribu. Banyak uang tidak membuat Cahyo lupa
menabung. Uang itu biasanya kemudian dipakai untuk ongkos pulang kampung. Bila
pulang kampung, kakek ini memegang Rp 3 juta untuk biaya hidup selama seminggu
di sana.

Selain untuk ongkos, sisa tabungan dibelikan sapi. Kini setelah dua tahun
bekerja di Jakarta, Cahyo sudah bisa memiliki 8 ekor sapi. Setiap pulang
kampung, kakek ini membeli 3-4 ekor sapi.

Untuk merawat binatang ternak itu, si kakek membayar orang. "Setelah itu nanti
hasilnya dibagi dua dengan yang merawat. Itung-itung untuk bagi-bagi rezeki,"
katanya santai. Dengan penghasilan yang lumayan itu, jangan heran bila Cahyo
betah menjadi pengemis. Ia tidak kapok melakoni profesi tidak terhormat itu
meski sudah pernah ditangkap trantib.

Penangkapan itu terjadi beberapa bulan lalu. Saat itu Cahyo sedang berada di
depan bioskop Senen. Hari itu si kakek tidak membayar uang keamanan. Maka ia pun
dilaporkan dan ditangkap trantib. Untuk bisa bebas lagi, Cahyo terpaksa harus
membayar Rp 600 ribu. Kini Cahyo lebih berhati-hati. Ia telah menemukan trik
agar tidak tertangkap lagi. Setiap hari ia tidak lupa membayar uang keamanan
pada preman Senen. Hasilnya hingga kini tidak pernah ada masalah lagi saat
terjadi razia.

Keberadaan pengemis seperti Cahyo ini diketahui benar oleh Dinas Kesejahteraan
Sosial (Dinas Kesos) DKI Jakarta. Dalam razia, instansi yang dipimpin Syarif
Mustofa ini sering menemukan bukti pengemis bukan berasal dari orang miskin.

Syarif Mustofa pun lantas menyebut para pengemis sebagai pemalas. Mereka
pura-pura menjadi gelandangan di Jakarta, padahal di kampungnya mereka cukup
berada. "Saya membuktikan sendiri bahwa mereka orang berada, karena saya pernah
mengantar mereka sampai ke depan rumah?" kata Syarif.

Berdasarkan realitas itu, menurut Syarif, solusi paling tepat mengurangi jumlah
gepeng di Jakarta adalah dengan tidak menaruh belas kasihan pada kelompok ini.
Warga Jakarta diimbau tidak memberikan uang kepada para pengemis di jalanan.
Uang sebaiknya disumbangkan pada badan amal yang bisa dipertanggungjawabk an.
(iy)

Labels:

 
posted by l3l1 | Permalink |


0 Comments: