Photobucket
Sunday, February 24, 2008,12:04:00 AM
Jika si kecil Anda dipuji orang karena gendut dan lucu, jangan bangga dan gembira. Anda justru harus waspada. Mengapa?

Mulai hari ini, buanglah jauh-jauh anggapan anak gemuk itu lucu dan sehat. Persepsi ini salah. Jika ia nampak lucu, mungkin itu benar. Tapi kegemukan adalah masalah kesehatan. Kalaupun jika tidak terjadi sekarang, kemungkinan besar tidak lama lagi gangguan akan menimpa si anak “lucu” itu. Pendeknya, lebih dari usia satu tahun, bobot anak yang berlebih menyimpan masalah kesehatan di kemudian hari.

Menurut wawancara dengan beberapa dokter yang pernah mengadakan survei di beberapa sekolah dasar di Jakarta, ternyata jumlah obesitas anak di Indonesia tidak lah sedikit. Angkanya berkisar antara 10-30%.

Kenapa bisa kegemukan?

Pada dasarnya, kegemukan (obesitas) terjadi karena ketidakseimbangan antara masuk dan keluarnya energi. “Akibatnya, terjadilah kelebihan energi, yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak,” demikian penjelasan Dr. dr. Damayanti Sjarif, Sp.A(K) dari Divisi Gizi dan Penyakit Metabolik, RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Sembilan puluh persen kegemukan adalah akibat makan belebihan. Ini disebut kegemukan primer. Sepuluh persen sisanya kegemukan karena penyakit atau gangguan hormonal atau gangguan yang diturunkan. Mereka ini masuk kelompok kegemukan sekunder.

Sebenarnya, kegemukan primer dapat dikendalikan. Kuncinya, waspada sejak dini. Apalagi, kegemukan jenis ini biasanya terjadi akibat interaksi berbagai faktor, yang dikelompokkan jadi faktor genetik dan lingkungan.

Faktor genetik, berarti sudah bawaan si anak. “Dari penelitian terbukti, jika kedua orang tua menderita kegemukan, sekitar 80% anaknya akan kegemukan. Bila hanya salah satu orang tua yang kegemukan, risikonya jadi 40%. Kalau keduanya tidak kegemukan, risikonya turun lagi tinggal 14%,” jelas Dr. Damayanti, yang juga seorang pakar gangguan metabolisme pada anak.

Sementara faktor lingkungan yang ikut berperan besar adalah faktor nutrisi, mulai dari jenis makanan sampai perilaku makan yang berlebihan -- baik porsi maupun frekuensinya. Tentunya, aktivitas fisik yang kurang, akibat obat (steroid), atau faktor gaya hidup juga amat berpengaruh.

Ancaman tak terasa

Memang, anjuran agar dampak kegemukan dievaluasi sejak dini bukannya tanpa dasar. Dari penelitian Angulo A & Lindor KD (2001), 40% anak kegemukan yang diperiksa melalui skrining USG hati ternyata mengalami gangguan penyakit hati (NASH atau Non Alcoholic Steatohepatitis ) yang dapat berlanjut jadi pengerutan jaringan hati, bahkan kanker hati. Penurunan berat badan diduga akan menormalkan kadar enzim hati dan juga ukuran hati.

Tak hanya itu. Penyumbatan atau gangguan saluran pernapasan ketika tidur juga sering dialami si bongsor. Gejalanya mulai dari mengompol sampai mengorok. Ia juga bisa mengalami gangguan saluran pernapasan, akibat adanya penebalan jaringan lemak di tenggorokan, yang seringkali diperberat oleh pembesaran jaringan amandel.

Penyumbatan saluran napas di malam hari yang terus-menerus ini menyebabkan si kecil tidur gelisah serta menurunkan asupan oksigen ke tubuhnya. Akibatnya, ia akan mengantuk dan tampak lelah besoknya. Kalau sudah begini, ia akan merasa tidak nyaman. Dan akan susah bagi si kecil untuk bertingkah lucu atau menggemaskan kalau keadaannya seperti itu, bukan?

Gejala-gejala ini umumnya berkurang seiring dengan penurunan berat badan. Atau, gejala menurun setelah dilakukan operasi amandel serta pemakaian CPAP ( Continuous Positive Airway Pressure ). CPAP adalah alat bantu untuk menguatkan tekanan udara ketika bernapas. Dengan begitu, saluran pernapasan si kecil bisa terbuka.

Jika kegemukan terus berlanjut sampai mereka besar, berbagai risiko yang mengancam makin dekat dengan kenyataan. Ahli obesitas dari Yale University, Kelly D. Brownell, Ph.D, berkomentar, “Anak Amerika zaman sekarang bisa diperkirakan akan jadi generasi pertama yang punya usia lebih pendek daripada generasi orang tuanya. Kemungkinan ini terlihat dari berbagai risiko penyakit yang lebih mudah hinggap pada anak-anak yang kegemukan.”

Mungkin cuma ‘efek akordeon’

Karena kegemukan adalah ancaman tersembunyi, maka pertambahan berat badan si kecil harus benar-benar diperhatikan. Sangat gampang untuk mengetahui apakah si kecil kegemukan atau tidak. Gejalanya juga bisa dilihat secara kasat mata (lihat boks “Inilah Anatomi si Gemuk”).

Hanya saja, umumnya secara alamiah anak-anak terlihat gemuk pada usia perkembangannya, namun jadi kurus lagi pada usia tertentu. “Seperti efek akordeon,” begitu Robert Murray, MD, Direktur dari Center for Nutrition and Wellness di Children’s Hospital, Colombus, Ohio, Amerika Serikat, mengistilahkannya.

Jadi, Anda boleh saja senang dengan pipi gembil, lucu dan tubuh gemuk si kecil paling tidak sampai tahun pertama usianya saja. Setelah itu, IMT (Indeks Massa Tubuh) secara bertahap akan menurun sampai ia berusia 5-6 tahun.

Usia sekitar 5–6 tahun adalah titik balik kegemukan. Setelah itu, secara bertahap si kecil akan agak berisi lagi sampai memasuki masa remaja awal (sekitar 10 tahunan). Lalu, ia cenderung kurus kembali ketika pertambahan tingginya mulai pesat. Yaitu, pada anak perempuan sekitar usia 12-13 tahun, sedangkan pada anak laki-laki kira-kira usia 14-15 tahun.

Sekalipun begitu, beberapa penelitian menunjukkan, semakin dini si kecil mencapai titik balik kegemukan, semakin besar kecenderungannya mengalami kegemukan di kemudian hari. Penyebabnya memang belum diketahui. Namun, ada penelitian lain yang juga mendukung. Bila si kecil cenderung mengalami kegemukan pada usia 5 tahun, maka ia berisiko tinggi untuk kegemukan pada usia 10 tahun kelak.

Segeralah bertindak!

Anda, sebagai orang tua, bisa berperan besar dalam menjaga kesehatan buah hati tercinta. Caranya?

Pertama-tama, atur pola makan si kecil. Ini berarti, pilihan menu makanan si kecil harus sehat dengan zat-zat gizi yang seimbang. Juga, jumlah makanannya mesti pas. Tidak terlalu banyak, namun tidak juga terlalu sedikit porsinya. Aturan ini tidak hanya berlaku untuk si balita Anda, tetapi juga seluruh keluarga.

Cara lain adalah meluangkan waktu untuk mengajak si kecil lebih banyak beraktivitas fisik. Dengan beraktivitas fisik, energi yang keluar diharapkan bisa seimbang dengan banyaknya makanan yang dikonsumsi.

Sebenarnya, pencegahan kegemukan bisa dimulai dari pemberian ASI secara eksklusif. Sebab, pemberian ASI tidak akan membuat intake susu si kecil berlebihan. Sementara itu, jika balita diberi susu formula, orang tua cenderung memaksanya menghabiskan semua susu yang sudah ada dalam botol.
Jadi, jangan tunggu lama-lama, jika Anda atau suami sudah kegemukan plus banyak yang “memuji” betapa gemuknya si buah hati Anda. Takut balita Anda keburu kegemukan. Segera bertindak ya!

Jumlah Kasus

Di Indonesia, angka kejadian kegemukan di beberapa SD di Jakarta menunjukkan angka antara 10–30%.

Para Dokter sangat menganjurkan pencegahan ataupun penanganan dini. Asal tahu, tekanan darah tinggi (hipertensi) bisa ditemukan pada sekitar 20-30% anak yang kegemukan. Karena itu segera ukur berat badan anak Anda.

Beberapa Risiko

- Penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti pembesaran jantung atau peningkatan tekanan darah.
- Gangguan metabolisme glukosa. Misalnya, intoleransi glukosa.
- Gangguan kedudukan tulang, berupa kaki pengkor atau tergelincirnya bagian sambungan tulang paha (terutama pada anak laki-laki).
- Gangguan kulit, khususnya di daerah lipatan, akibat sering bergesekan.
- Gangguan mata; seperti penglihatan ganda, terlalu sensitif terhadap cahaya, dan batas pandangannya jadi lebih sempit.

Inilah “Anatomi” Si Gemuk

- Wajah membulat
- Pipi tembem
- Dagu rangkap
- Leher relatif pendek.
- Dada membusung, dengan payudara yang membesar karena mengandung jaringan lemak.
- Perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat.
- Kedua tungkai umumnya berbentuk X, dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan. Akibatnya, timbullah lecet.
- Pada anak laki-laki, penis tampak kecil karena tersembunyi dalam jaringan lemak. Makanya, orang tua sering jadi sangat khawatir.

Bentuk Tubuh Anak

- Apple shape body: Jika lemak lebih banyak berada di bagian atas tubuh, yaitu dada dan pinggang. Bentuk tubuh ini berisiko lebih besar terkena penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes dibandingkan pear shape body.
- Pear shape body: Bila lemak lebih banyak di bagian bawah tubuh, yakni pinggul dan paha.
- Intermediate: Bentuk pertengahan antara keduanya .

Labels: ,

 
posted by l3l1 | Permalink |


0 Comments: