Photobucket
Wednesday, July 18, 2007,1:25:00 PM
Tantrum
Oleh Martina Rini S. Tasmin, SPsi.

Andi menangis, menjerit-jerit dan berguling-guling di lantai karena
menuntut ibunya untuk membelikan mainan mobil-mobilan di sebuah
hypermarket di Jakarta? Ibunya sudah berusaha membujuk Andi dan
mengatakan bahwa sudah banyak mobil-mobilan di rumahnya. Namun Andi
malah semakin menjadi-jadi. Ibunya menjadi serba salah, malu dan tidak
berdaya menghadapi anaknya. Di satu sisi, ibunya tidak ingin
membelikan mainan tersebut karena masih ada kebutuhan lain yang lebih
mendesak. Namun disisi lain, kalau tidak dibelikan maka ia kuatir Andi
akan menjerit-jerit semakin lama dan keras, sehingga menarik perhatian
semua orang dan orang bisa saja menyangka dirinya adalah orangtua yang
kejam. Ibunya menjadi bingung....., lalu akhirnya ia terpaksa membeli
mainan yang diinginkan Andi. Benarkah tindakan
sang Ibu?

Temper Tantrum
Kejadian di atas merupakan suatu kejadian yang disebut sebagai Temper
Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak
terkontrol. Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum)
seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam)
tahun.

Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah.
Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit",
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur.
2. Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru.
3. Lambat beradaptasi terhadap perubahan.
4. Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif.
5. Mudah terprovokasi, gampang merasa marah/kesal.
6. Sulit dialihkan perhatiannya.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah
beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia:
1. Di bawah usia 3 tahun:
Menangis Menggigit Memukul
Menendang Menjerit Memekik-mekik Melengkungkan
punggung
Melempar badan ke lantai
Memukul-mukulkan tangan
Menahan nafas
Membentur-benturkan kepala
Melempar-lempar barang

2. Usia 3 - 4 tahun:
Perilaku-perilaku tersebut diatas Menghentak-hentakan kaki
Berteriak-teriak Meninju
Membanting pintu
Mengkritik
Merengek

3. Usia 5 tahun ke atas
Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas
Memaki
Menyumpah
Memukul kakak/adik atau temannya
Mengkritik diri sendiri
Memecahkan barang dengan sengaja
Mengancam

Faktor Penyebab
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Tantrum.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu.
Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak
mungkin saja memakai cara Tantrum untuk menekan orangtua agar
mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.

2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri.
Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan
sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti apa yang
diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan
terungkap dalam bentuk Tantrum.

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan.
Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu
bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat
anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan
berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan
merasa stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah
Tantrum.
Contoh lain: anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang
dimilikinya. Misalnya anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan
sendiri, atau
umur anak 4 tahun ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas
kaca, tapi tidak diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk
melampiaskan rasa marah atau kesal karena tidak diperbolehkan,ia memakai
cara Tantrum agar diperbolehkan.

4. Pola asuh orangtua
Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan Tantrum.
Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan,
bisa Tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang
terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak
bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku
Tantrum.Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa
menyebabkan anak Tantrum.Misalnya, orangtua yang tidak punya
pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin mengizinkan anak berbuat
sesuatu dan orangtua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi
tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan
menjadi Tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada
ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan
anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan
keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua.

5. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit.

6. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak
aman (insecure).

Tindakan
Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996) banyak
ahli perkembangan anak menilai bahwa Tantrum adalah suatu perilaku yang
masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan,
suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak.Sebagai
bagian dari proses perkembangan, episode Tantrum pasti berakhir.
Beberapa hal positif yang bisa dilihat dari perilaku Tantrum adalah
bahwa dengan Tantrum anak ingin menunjukkan
independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan
pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang
dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian
bukan berarti bahwa Tantrum sebaiknya harus dipuji dan disemangati
(encourage).
Jika orangtua membiarkan Tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak
mendapatkan yang diinginkannya setelah ia Tantrum, seperti ilustrasi di
atas) atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan
paksaan-paksaan, maka berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi
contoh pada anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya
tentu orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut). Dengan
bertindak keliru dalam menyikapi Tantrum, orangtua juga menjadi
kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana
caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi,
takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara
yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika
sedang merasakan emosi tersebut.

Pertanyaan sebagian besar orangtua adalah bagaimana cara terbaik dalam
menyikapi anak yang mengalami Tantrum. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut kami mencoba untuk memberikan beberapa saran tentang
tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi
hal
tersebut. Tindakan-tindakan ini terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:
1. Mencegah terjadinya Tantrum
2. Menangani Anak yang sedang mengalami Tantrum
3. Menangani anak pasca Tantrum

Pencegahan
Langkah pertama untuk mencegah terjadinya Tantrum adalah dengan
mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada
kondisi-kondisi seperti apa muncul Tantrum pada si anak. Misalnya, kalau
orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan
gampang stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang
cukup panjang. Maka supaya ia tidak Tantrum, orangtua
perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan sering-sering
beristirahat di
jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil.

Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang
harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia
mengerjakan tugas-tugas dari sekolah (bukan membuatkan tugas-tugasnya
lho!!!) dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu
mengurangi stres pada anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi
anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada
permainan-permainan, sebaiknya anak pun didampingi orangtua, sehingga
ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat membantu dengan
memberikan petunjuk.

Langkah kedua dalam mencegah Tantrum adalah dengan melihat bagaimana
cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah
orangtua bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu
suka melarang? Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh
anak? Apakah orangtua
menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan?

Jika anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan
seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya
sangat dibutuhkan anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika
kemauannya tidak dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam
mengasuh anak juga sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua
sebaiknya jangan berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan
anak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman pada anak.
Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat bahwa orangtuanya
selalu sepakat dan rukun.

Ketika Tantrum Terjadi
Jika Tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa
tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:
1. Memastikan segalanya aman. Jika Tantrum terjadi di muka umum,
pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama
Tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda,
baik benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang
membahayakan keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama Tantrum
anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari
temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari
si anak.

2. Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar
tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak
marah pada anak.

3. Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore). Selama Tantrum berlangsung,
sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan
nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena anak toh
tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti
itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin
lama Tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah
membiarkannya. Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak
berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan.

4. Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan
tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak
dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan
cinta (karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan
anak), minimal Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama
melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau complaint
(dengan berkata: "kamu kok begitu sih nak, bikin mama-papa sedih"; "kamu
kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong"), kalau ingin
mengatakan
sesuatu, cukup misalnya dengan mengatakan "mama/papa sayang kamu", "mama
ada di sini sampai kamu selesai". Yang penting di sini adalah memastikan
bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa rangtuanya ada dan tidak menolak
(abandon) dia.

Ketika Tantrum Telah Berlalu
Saat Tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi
yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman,
nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah
apapun, dan anak tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika
Tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak
memberikan apa yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten
dan anak akan belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya.

Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca
buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia
telah berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya.

Setelah Tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai
terjadi Tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau
orangtua yang salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak
merasa lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu,
agar orangtua bisa mencegah Tantrum berikutnya.

Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan
kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi
kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan
dilakukan setelah Tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan
sedang tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan
nyaman adalah ketika Tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada
tanda-tanda akan terjadi Tantrum. Saat orangtua dan anak
sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat
yang ideal.

Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak
yang "sulit" dan mudah menjadi Tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan
sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang
punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan
mempermudah kehidupan anak agar Tantrum tidak terus-menerus meletup.
Beberapa saran diatas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi para
ibu/ayah muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak. Selamat
membaca, semoga bermanfaat.(jp)

Labels:

 
posted by l3l1 | Permalink |


0 Comments: