Photobucket
Friday, May 02, 2008,1:43:00 PM
Hormon pertumbuhan
Sharing dari seorang member di milis sehat... lumayan buat nambah info, soalnya jarang2 banget niy kupasan soal ginian dari pengalaman nyata orang yg ngalamin. Thanks ya Mbak Yanti buat izin postingnya

Dear Mbak monica,

Saya sharing pengalaman saya menangani anak saya yg kekurangan hormon pertumbuhan. Anak saya (sekarang 12 th.) sejak lahir badannya termasuk imut dibanding teman-temannya (lahir 2,6 kg, 45 cm). Tinggi ibu 153 cm dan Bapak 165 cm). Mulai umur 8 th., saya melihat perbedaannya semakin jauh dibanding teman-temannya. Yg tadinya tingginya sehidung temannya, lalu jadi sedagunya.

Krn kemungkinan anak saya memang tdk punya gen badan tinggi (gimana mau tinggi, ibu-bapaknya kagak jangkung. Kalau anaknya jangkung malah tanda tanya, anak siapa ini? He..he..), saya curhat di milis apakah secara kedokteran ada yg bisa dilakukan utk meninggikan badan. Kalau yg non-kedokteran/ scientific atau “setengah scientific” sih banyak dipromosikan. Dari alat yg narik-narik anggota badan sampai “salonpas” yg katanya meangandung perangsang pertumbuhan. Saya belum pernah mencoba itu semua, krn pengennya sih yg scientific, gitu. Kalau yg begitu, hasilnya (menurut saya) ”belum tentu”, artinya bisa iya, bisa juga nggak. Kalau iya, ya Alhamdulillah. Kalau nggak? Kuciwa atuh dan sayang duitnya, produk spt itu kan nggak murah.

Atas saran Bunda Wati, saya konsultasi ke DSA endrokin. Berdasarkan pemeriksaan lab., ternyata hormon pertumbuhan anak saya memang rendah, hanya 0,1 ...(maaf, satuannya lupa), padahal normalnya 10! Bone-age 10 th, padahal umurnya 11 th lebih.

Terapinya adalah suntik hormon pertumbuhan 2X/mg selama 12-15 mg. Harga 1x suntik Rp 500.000 (hormonnya saja, blm termasuk dokter). Menurut dokter, terapi yg 15 minggu (saya ambil paket yg 15 mg krn sdh jelas…las.. hormone pertumbuhan anak saya rendah sekali) ini jangan terputus, agar hasilnya maksimal. So, kalau mau menjalankan terapi ini, harus disiapkan dananya sejak awal. Apalagi msh sedikit asuransi yg mau mengcover ini. Kebanyakan menolaknya krn dianggap tdk berpengaruh pd kesehatan.

Hasilnya, kadar hormon pertumbuhan jadi 7,4 tapi bone-age tetap 10. Tingginya bertambah 8 cm. Pengukuran dilakukan 2 mg setelah suntikan terakhir diberikan. Artinya, kadar hormon tsb adh kadar hormon yg diproduksi sendiri oleh tubuh, bukan yg disuntikkan. Tadinya ’kan, krn suatu hal, tubuh dikiiiiit banget memproduksi hormon ini. Suntikan dr luar adh upaya utk merangsang organ tsb memproduksi lbh banyak.

Menurut dokter, ini reaksi yg bagus. Lalu dokter menyarankan observasi 2X2 bulan. Setelah observasi 4,5 bulan , ternyata tingginya naik lagi 2 cm. Jadi dalam waktu 8 bulan TB bertambah 12 cm, dari 128 cm jadi 140 cm.

Saya yakin, kalau tdk disuntik naiknya sedikiiiit sekali. Mungkin cuma 1 cm. Dulu tuh, naik dari 126 ke 128 cm lamaaaa sekali. Itungannya tahun deh. Alhamdulillah, hasil efek terapi hormon pd bdn anak saya bagus. Soalnya dia sdh kenyang diejek ”org kerdil”, ”beke” (pendek) dan sebangsanya sejak kecil. Apalagi anaknya tergolong sensi! Walaupun terakhir, saya mendengar perkembangan yg bagus dr wali kelasnya bhw sekarang dia hanya tersenyum kalau diejak begitu. Dari dulu memang saya mengajarinya utk pamer unjuk nilai matematikanya kalau diejek. Ini cara saya mendongkrak rasa percaya dirinya. Alhamdulillah, Tuhan memberinya otak encer.

Dokter menyarankan dilakukan terapi session ke-2. Berbeda dg session pertama, session ke-2 ini boleh diambil tdk utuh, tergantung kondisi. Utk anak saya, akan dilakukan terapi selama 6 mg. (separuhnya) mengingat tubuh anak saya merespon dg baik hormon yg disuntikkan (kadar hormon naik dari 0,1 jadi 7,4).

Tadi malam adalah suntikan pertama session terapi ke-2. Menurut dokter, efek terapi terhadap tiap anak berbeda-beda. Ada yg responya bagus, ada yg tdk. Ada yg setelah 12 mg terapi, hanya naik 1 cm. Ada yg efeknya langsung ada juga tdk (kayaknya sih yg ini nggak umum). Dokter ini pernah bercerita, ada pasien yg diterapi 12 mg 5 th yg lalu dg hasil mengecewakan, muncul kembali ke ruang prakteknya hanya utk memamerkan badannya yg kini menjulang. Jadi reaksinya sangat individual. Krn itu dokter ini selalu mengatakan "diharapakn" instead of "nanti" tingginya akan bertambah.

Seorang dokter (dokter lain lagi) menyarankan kpd kakak saya yg konsultasi mengenai hal yg sama utk anaknya, sebaiknya pergi ke dokter endokrin yg senior. Katanya jam terbang sangat penting dlm menangani terapi dg growth hormon. Mungkin
krn reaksi tiap anak berbeda-beda itu tadi... Apalagi bagi anak perempuan krn faktor yg mempengaruhinya lebih kompleks (misalnya bisa terkait dg hormon X).

Saya tdk mencari second opinion (spt disarankan Bunda) krn wkt itu anak saya menjelang ujian kelulusan SD. Kalau saya ke RSCM, berarti anak saya hrs bolos sekolah. Berat utk melakukan hal ini menjelang ujian SD. Saya hanya browsing di internet. Tapi tdk menemukan apa-apa mengenai program terapinya. Soal terapi ini yg sebetulnya saya ingin cari second opinion, kalau soal diagnosa sih udah jelas dari hail lab.

Sulit juga bagi saya menunda program ini krn ada yg disebut "golden period" yaitu masa pubertas dimana biasanya pertumbuhan fisik anak berlangsung pesat. Nah, dimasa ini kadar hormon sebaiknya tdk kekurangan lagi, artinya terapi sdh selesai. Padahal terapinya 'kan bulanan. Kalau saya menunda terapi sampai anak saya selesai ujian SD, saya khawatir, anak saya sudah keburu mulai pubertas. Maklum umurnya sudah 11 th lebih. Suatu kekhawatiran yg keliru krn smp sekarang dia belm pubertas. He...he....

Krn itu, info efek samping tumor otak yg mungkin terjadi pd terapi hormon pertumbuhan menghentakkan saya (makasih Bapak Ghozan). Saya akan cari artikel Nakita itu dan kalau perlu konsultasi ke Dr. Bambang di RSCM.

Mudah-mudahan pengalaman saya ini ada manfaatnya. Maaf kalau kepanjangan....

Salam sehat dan tumbuh,
Yanti

Labels:

 
posted by l3l1 | Permalink |


5 Comments: